source: greatonthejob.com | via: google.com |
Beberapa waktu yang lalu dunia dikejutkan oleh berita akuisisi Whatsapp oleh Facebook. Sebenarnya bukan berita akuisisi tersebut yang membuat gempar karena akuisisi adalah hal yang lumrah terjadi diantara perusahaan-perusahaan besar. Adalah cerita dibalik proses akuisisi tersebut yang heboh dibicarakan dimana-mana. Seperti banyak diberitakan di media-media di dunia maya, Brian Acton dan Jan Koum, pendiri dan pemilik Whatsapp Inc., pernah melamar pekerjaan di Facebook Inc. pada tahun 2009 dan ditolak. Lima tahun setelah penolakan itu Facebook membeli perusahaan yang didirikan oleh mantan calon karyawan mereka senilai belasan miliar dolar. Saya rasa Mark Zuckerberg perlu memecat kepala bagian personalia nya, jika orang tersebut masih bekerja disana.
Melihat cerita dibalik akuisisi tersebut kita akan menilai ada yang salah dengan sistem rekrutmen karyawan di Facebook. Tidak hanya di Facebook sebenarnya, banyak perusahaan-perusahaan besar di banyak negara pun melakukan hal serupa. Proses rekrutmen karyawan yang digunakan sekarang (oleh Facebook dan perusahaan-perusahaan lainnya) sebenarnya sudah diterapkan sejak lama, terlihat tak ada yang salah dengan hal itu. Sebagai pelamar kerja anda diwajibkan memiliki resume sebagai alat untuk memamerkan pengalaman anda, baik itu pengalaman kerja, pengalaman organisasi, pengalaman seminar atau kursus, pengalaman pendidikan, dan pengalaman kepanitiaan. Namun menurut Seth Godin resume merupakan alasan bagi HRD untuk menolak anda. HRD melihat resume anda hanya 6 detik lalu menumpuknya dalam kumpulan resume yang dikirim oleh pelamar lainnya.
Ada hal yang menarik ketika saya diwawancara oleh beberapa perusahaan yang saya lamar sebelumnya. Saya heran, mengapa dengan latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan yang mereka harapkan saya tetap dipanggil untuk proses wawancara? Sebenarnya apa yang menjadi pertimbangan mereka? Tidak ada yang menarik dengan resume saya, penuh deretan pengalaman organisasi dan kepanitiaan, diringkas dalam dua halaman di dua lembar kertas. Mungkin yang unik adalah saya terang-terangan menulis bahwa saya lolos dari UGM. Ketika datang dalam panggilan wawancara, saya selalu berusaha berbincang dengan sesama pelamar yang juga dipanggil wawancara. Saya bertanya tentang latar belakang pendidikan mereka, kebanyakan dari mereka adalah lulusan jurusan komunikasi atau jurnalistik yang memang sesuai dengan posisi yang dilamar. Aneh. Kenapa saya dipanggil wawancara?
Dari beberapa proses wawancara ada yang memanggil saya untuk psikotes, yang berarti saya lolos proses wawancara mereka. Aneh. Memang. Padahal ketika wawancara diminta untuk menyertakan portfolio bersama dengan resume. Yang saya bawa hanyalah resume dan Macbook saya untuk presentasi portfolio. Saya tidak mau portfolio saya yang notabene adalah karya saya selama beberapa tahun terakhir hanya ditumpuk bersama kertas-kertas tak berharga. Portfolio itu hasil pembelajaran bertahun-tahun, sebuah karya seni, harusnya dihargai. Lagipula ketika mempresentasikan portfolio kita akan mendapat nilai lebih atas keberanian dan kemampuan presentasi, juga portfolio akan lebih dilihat oleh pewawancara ketimbang yang dalam bentuk cetak. Usaha mempresentasikan portfolio itu membuahkan hasil, terbukti dari panggilan psikotes yang ditujukan kepada saya oleh beberapa perusahaan yang telah mewawancarai saya. Dan puji Tuhan, saya lolos psikotes di beberapa perusahaan, itu berarti saya mempunyai pilihan untuk mengiyakan meniti karir dimana. Setelah melihat, menimbang, dan memikir, saya memilih untuk bekerja di sebuah perusahaan media cetak, menjadi seorang jurnalis untuk majalah pariwisata.
Jadi sebenarnya apa maksud tulisan ketikan panjang lebar ini? Intinya sih cuma mau bilang kalau think-out-of-the-box itu perlu namun harus tetap liat aturan yang berlaku. Saya tetap bikin resume meskipun waktu disuruh bawa portfolio saya malah presentasi. Resume perlu untuk kita yang baru meniti karir, beda dengan Seth Godin yang memang sudah cukup diakuin di dunianya. Lalu pilihlah pekerjaan yang sesuai dengan passion kita, bukan karena paksaan orang lain, entah itu orang tua, teman, pacar, mantan, pakde, bude, tukang ojek langganan, tetangga, mertua, tukang warung langganan, dan lain-lainya. Jangan pilih pekerjaan karena ada ‘orang dalam’, memang lebih mudah masuknya namun pressure akan lebih luar biasa. Lalu pilih pekerjaan yang memiliki prospek atau jenjang karir yang cukup bagus dan menarik.
Selamat berjuang mencari pekerjaan, teman-teman semua yang masih mencari pekerjaan. Yang sudah bekerja jangan jadi kutu loncat yang keseringan loncat. Kalau tidak nyaman atau merasa gaji kurang ya dibetah-betahin dulu saja. Lebih banyak bersyukur, nanti semua akan terasa nyaman dan semua kebutuhan akan tercukupi. Manusia punya Tuhan yang gak pernah tidur, tahu setiap kebutuhan umat-umat-Nya. Berdoa, berusaha, dan bersyukur.